Menembus Kota Pelajar


Tepatnya sudah satu semester aku menempuh pendidikan di Kota Yogyakarta kota pelajar. Dengan tekad yang bulat aku meninggalkan kota Tasikmalaya tercinta demi sebuah cita-cita. Butuh waktu delapan jam ditempuh oleh bus dan enam jam setengah ditempuh oleh kereta. Tentunya bukan hal yang murah untuk dibayar.
Pada awal aku tiba di kota Yogyakarta, aku bingung mau masuk sekolah mana, karena di kota Yogyakarta banyak sekali sekolah yang berkualitas. Pada akhirnya aku mengingat dan menimang-nimang usul guruku tercinta sewaktu masih di MTs Al-Fadliliyah Darussalam Ciamis, ibu Chusna Arifah untuk masuk ke MAN Yogyakarta 1, kebetulan didalam sekolahnya ada asrama khusus untuk putra (masih terbatas), jadi tidak harus repot-repot mencari kos-kosan. Kemudian dengan niat yang bulat aku mengikuti saran dari guruku. Mengikuti tes masuk. Alhasil aku diterima di sekolah itu dan tinggal di asramanya.
Ketika masuk pertama kali hari sekolah, aku masih merasa canggung berkenalan dengan teman baru, bicara bahasa Indonesia dengan aksen sunda yang sangat kental, aku memberanikan diri untuk berkenalan dengan mereka satu per satu. Hasilnya tidak buruk, hanya satu-dua aku tidak mengerti dengan pembicaraan mereka yang menggunakan bahasa jawa. Mereka tertawa, aku terdiam tidak mengerti.
Tapi hal itu segera bisa kutangani. Dengan terus beradaptasi aku semakin bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Berbulan kulalui dengan kesibukan di sekolah maupun di asrama, semakin kuat motivasiku untuk belajar di kota pelajar ini. Kota Yogyakarta disebut kota pelajar karena banyaknya lembaga pendidikan yang didirikan. Selain itu kota pelajar ini mempunyai daya tarik kepada orang-orang untuk menempuh pendidikannya, karena kenyamanan, ketertiban, suasana, dan fasilitas yang mendukung terus dan terus belajar.
Di Yogyakarta orang-orang yang dengan berbagai latar belakang sosial dan pendidikan bisa berbaur secara harmonis. Banyak intelektual, seniman dan budayawan besar yang pernah mengasah ilmunya di Yogyakarta. Tidak mengherankan, sebab Yogyakarta juga dijuluki sebagai kota pendidikan. Dimana ratusan perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta, tumbuh menjamur di kota Yogyakarta.
Nama besar seperti Affandi, Bagong Kussudiardjo, Umar Khayam, Emha Ainun Najib hingga Sheila on 7, Jikustik, Letto dan Hudson,  semuanya pernah tinggal di Yogyakarta. Bahkan KLa Project yang bukan orang Yogyakarta pun lantas menciptakan lagu berjudul Yogyakarta. Karena saking sregnya dia dengan kota Yogyakarta. Lantas apa yang membuat Yogyakarta jadi istimewa. Pertama karena namanya, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta. Kedua karena keramahan penduduk Yogyakarta yang bisa menerima setiap pendatang dengan tangan terbuka.
Yogyakarta sering disebut juga miniatur Indonesia, karena banyaknya pedatang dari luar Yogyakarta. Di kota ini juga tinggal bermacam orang dengan latar belakang suku bangsa yang berbeda. Tetapi keberagaman budaya itu bisa terpadu dengan indah, tidak menimbulkan banyak konflik.
Semua hal itu sangat besar sekali memberi motivasi bagiku untuk terus belajar di kota pelajar ini. Apalagi mengetahui salah satu alumni MAN Yogyakarta 1 yang sekarang menjadi ketua Mahkama Konstitusi, Prof. Mahfud MD. serta ketua partai PKB Muhaimin Iskandar. Dan yang paling mengesankan salah seorang guru di MAN Yogyakarta 1 yang mengajar sosiologi menjadi isteri dari ketua KPK, Busyro Muqoddas.
Kegiatan yang padat dan melelahkan di sekolah maupun asrama sempat membuatku  agak minder, apalagi di sekolah aku dipilih sebagai pegurus OSIS dengan jabatan ketua II. Tugas sekolah numpuk, tugas di OSIS numpuk, dan di asrama harus berdisiplin penuh, akan tetapi semua pemikiran minder itu segra ku tepis, selalu ingat motivasi dari orang tua tercinta, guru, dan teman-teman.
Taufiq Syarifudin (Lee)
Baju Kopral (Barudak Jurnalis Koran Priangan), Citizen Jurnalism Forum

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com